Akuyaku Reijo Ni Koi Wo Shite Chapter 1 Bahasa Indonesia

Bab 1: Tiba-Tiba Melakukan Pembunuhan itu Terlalu Berat


Saat aku terbangun, ada banyak bintang kelap-kelip pada langit malam di depan mataku.

Itu pertama kalinya aku melihat langit malam yang indah ini sejak aku lahir – kesan itu menghilang dalam sesaat.

Bau busuk yang sumbernya aku tidak tahu mengapung tersebar di sekitarku.
Meski aku dapat pindah menjauh dengan menanggungnya, yang mengejutkanku adalah rasa sakit, yang mengalir di seluruh tubuhku. Aku mengerang sambil berguling di lantai tapi dengan melakukan itu, situasinya bertambah buruk.

Menggertakan gigiku, aku pasrah menerima rasa sakit itu.

Meski itu tidak sepenuhnya berkurang, rasa sakitnya mereda sedikit. Setelah mendapatkan kembali ketenanganku dan memeriksa keadaan tubuhku, nampaknya rasa sakit itu bukan berasal dari luka tetapi lebih dari sesuatu seperti memar.

Bagaimana hal ini bisa berakhir seperti ini-?

Meski sedang mabuk dan menghadapi perkelahian, aku tidak ingat sama sekali minum sake. Hal yang kuingat jelas aku berjalan pulang dan mengendarai bis dari stasiun terdekat. Dan-

Oy. Sampai kapan kau berencana mengabaikanku?

Tiba-tiba mendengar suara itu, garis pikiranku buyar.

Memikirkan itu aku condongkan kepalaku ke arah suara itu datang. Pada saat itu aku lupa tentang rasa sakitnya.

Suara itu datang dari bocah kulit putih dengan wajah sedikit memerah, berambut pirang dan mata hijau. Meski suara itu lebih ke seorang bishounen, bocah itu gemuk atau lebih cukup gemuk untuk menjadi gemuk. Ketika dia menatapku dengan ekspresi wajah nakal, kata”manis” tidak pernah terpikirkan olehku. [Bishounen: cowo cantik]

Tidak hanya itu, pakaiannya adalah kemeja dengan banyak jumbai dan dasi merah. Di atas celana ketat putihnya, dia mengenakan calana biru laut, berpakaian seperti seorang bengsawan idiot yang datang langsung dari komik.

Kau siapa?

Kau? Ada apa dengan “Kau”? Kurang ajar![Omae, perkataan kasar untuk ‘kau’ dalam bahasa Jepang]

Bahkan bantahannya seperti yang di duga. Pikiranku semakin dilemparkan pada kekacauan.

Baiklah, aku akhirnya bertemu seseorang untuk mendengarkan. Mari lupakan penghinaan itu.
Bocah yang aku biasanya tidak pernah mensosialiasi diri mengatakan sesuatu yang tidak kumengerti, tapi seperti katanya, dia juga satu-satunya orang yang bisa ku ajak bicara. Aku tidak mampu mengusirnya.

Di mana tempat ini?

Dengan pertanyaan tersebut, pikiran “itu juga yang ingin ku tahu” muncul dalam pikiran tapi-

Daerah pinggiran kumuh.

Apa yang keluar dari mulutku benar-benar ungkapan yang berbeda.

Daerah kumuh.. Tak bagus!

Wajah bocah itu dalam sekejap berubah pucat, terlihat meski sedikit redup. Tanggapan ini seperti ketika seseorang hilang, namun, apa yang paling menghawatirkanku adalah daerah kumuh ini.

Jawabannya adalah --- pinggiran utara ibu kota Grand Flamm Kingdom.

Meskipun aku tidak pernah mendengar negara semacam itu, entah mengapa namanya tiba-tiba melayang dalam pikiranku.

Ada yang aneh. Wajahku yang kehabisan darah itu sama warnanya dengan bocah itu.

Hei, kau. Aku ingin pergi ke jalan utama. Bisakah kau memanduku?

Aku bisa, tapi.. aku tidak bisa

Kali ini, jawaban yang melayang dalam pikiranku adalah apa yang mulutku ucapkan.

Aku mengetahui hal-hal yang sebenarnya aku tidak ketahui. Meskipun kata-kata ini juga mengejutkan pikiranku, aku bahkan tidak tahu artinya.

Apa maksudmu dengan bisa, tapi tidak bisa!? Jika itu hadiah, aku bisa memberimu satu!

Dengan itu, bocah itu berbicara, seolah tergesa-gesa, jalan pikiranku dihentikkan. Sebagai permulaan, aku harus mencari cara untuk mengatasi situasi ini.

... Aku terluka jadi aku tidak bisa bergerak.

Aku mengerti. Tunggu sebentar.

Meski kupikir dia akan meminta bantuan, dugaan itu runtuh saat bocah itu mulai pindah dari posisinya. Dengan ekspresi yang serius, dia mulai merapalkan mantra.

Aku akan memberikan sihir penyembuhan padamu.

Itulah kata-kata yang ku dengar saat mendengarkannya dengan seksama.

Diberkatilah angin, datang dan Sembuhkanlah!

Sedikit setelah kata-kata bocah itu, seluruh tubuhku tiba-tiba terbuai oleh angin.

Hanya angin kecil saja. Meski hanya sedikit, itu memang angin. Memahami makna dibalik tindakan bocah itu, aku tercengang.

Bagaimana?

Bocah itu bertanya dengan semangat yang tinggi. Jika itu tentang apakah lukanya telah sembuh, maka tidak ada kesalahan.

Aku mencoba menggerakan tubuhku dengan hati-hati.

Kuh..

Tanpa sengaja suaraku bocor keluar. Meski pikiranku menjadi tenang, lukanya tidak menghilang.
 
Aku masih anak kecil. Saat aku dewasa aku akan dapat melakukan yang lebih baik.

Dia pasti sudah bisa memikirkan itu dari reaksiku. Meskipun bocah itu membuat alasan, tidak ada salahnya, bocah yang mencoba menyembuhkan lukaku dengan sihir.

Sakitnya telah berkurang. Jika hanya berjalan, aku bisa melakukan itu.

A-apakah begitu? Lalu pandu aku

Alih-alih demi bocah itu, aku juga ingin bergegas pergi dari tempat yang jelas berbahaya ini, hingga akhirnya dapat menggerakkan tubuhku sekalipun masih penuh rasa sakit, aku putuskan pergi dari sini.

Meski itu sungguh menyakitkan, rasanya aku tidak dapat bergerak bersamanya.

Kurang lebih, aku mengerti efek dari sihir yang digunakan bocah itu.
..Lewat sini.

Lagi, pikiranku dipenuhi dengan informasi dari tempat ini sendiri, dan meski aku tidak tahu kenapa, untuk sejenak aku berterimakasih untuk itu.

Asalkan informasi itu memang benar, tetap aku tidak bisa tidak meragukannya.

Bagaimanapun, setelah pergi ke tempat yang lebih aman aku harus memastikan keadaanku baik dari bocah itu atau seseorang yang lebih tahu.

Itu benar. Tempat itu berbahaya bagiku, dan bocah itu.

Rasa takut dari dalam diriku secara spontan keluar, kecepatan berjalanku meningkat.

Namun, langkah kaki itu harus dihentikkan untuk alasan tertentu.

Kau? Jadi kau masih hidup?

Kata pria yang muncul di depanku.

Aku kenal pria ini. Cederaku disebabkan oleh kekerasan pria ini dan tidak hanya itu, pria ini telah melakukan hal yang lebih buruk sebelumnya padaku.

Dia juga telah melakukan hal-hal yang biasanya tidak kau ceritakan pada orang lain. Tidak peduli bagaimana aku membencinya, sebuah eksistensi yang hanya membenci takkan cukup, itulah orang yang pernah kutemui.

Nah, itu tidak penting. Untuk sekarang, ini tentang anak yang di belakangmu.

Benar saja, rasa ingin tahunya menunjuk pada bocah di belakangku.

Seorang bocah yang jelas berasal dari keluarga kaya yang menilai  dari cara berpakaiannya. Bagi orang-orang yang tinggal di tempat ini, seekor mangsa yang sungguh sempurna. Bahkan aku sampai batas tertentu, setelah mengirimnya pergi, terpikir untuk membawa barang-barangnya– Bukan, itu bukan aku, tapi itulah yang telah memenuhi pikiranku.

Kau harus menyerahkan anak itu. Mangsa ini hanya akan disia-siakan olehmu.

Jika itu aku, aku hanya akan mengambil barangnya yang paling banyak. Namun, ketika sampai pada pria ini, dia akan mengancam rumah bocah itu untuk mendapat uang tebusan. “Memang, itu akan sia-sia bagiku.”– Mengapa pikiran seperti itu masuk ke dalam kepalaku, aku tidak mengerti.

Kurang ajar! Kau pikir siapa aku?

Peduli amat! Di tempat ini, selama kau mempunyai banyak uang, itu tidak masalah siapa kau!

Aku Vincent Woodville! Aku bangsawan dari keluarga Windhill!

Apa!?

Selama orang kaya, itu tidak masalah siapa dia. Meski pria itu berkata demikian, itu seharusnya punya batas.

Keluarga Windhill bagiku, atau tepatnya bagi seseorang di dalam diri ku, adalah keluarga aristokrat terkenal yang semua orang tau. Salah satu dari tiga keluarga aristokrat terkenal yang menyokong negeri ini, dan mereka yang berani marah pada ketiga keluarga tersebut tidak memiliki tempat di negeri ini.

Mungkin pemikiran semacam itu normal, pria itu berbeda. Dengan seringai lebar di wajahnya, dia berjalan ke arah bocah itu. Meski aku sudah tau itu, pria itu sangat bodoh– dengan pikiran ini di dalam diriku, aku sudah sepenuhnya setuju.

Jika untuk anak raja, tidak masalah apa tuntutannya, itu tidak akan menjadi masalah. Aku bisa bermain-main sepanjang hidupku.

J-Jangan berpikir untuk melakukan sesuatu yang bodoh!

Aku tidak bodoh!

Tidak peduli bagaimana kau memikirkannya, dia MEMANG bodoh, bukan? Kebodohan pria itu tidak penting. Masalahnya adalah mengamankan keselamatanku. Bagaimana orang-orang di sekitar melihat situasi ini?

Mereka mungkin akan percaya, bahwa aku membodohi anak ini untuk mengantarkannya pada pria itu.

Seandainya itu yang terjadi, aku bisa melihat akhir hidupku. Meskipun itu sesuatu yang terjadi, mati tanpa melakukan bahkan satu hal baik pun membuatku cemas– bukan itu bukan itu. Aku tidak ingin mati begini.

Pemikiran itu bergema di sekujur tubuhku. Sedangkan untuk siapa aku sebenarnya saat itu, entah itu tidak penting lagi.

Jika kau berkelakuan baik, kau takkan mengalami rasa sakit. Selama mereka membayar harganya, kau dapat bertemu kembali dengan keluarga dengan aman dan sehat.

Benarkah?

Sepertinya bocah itu juga idiot. Sekali kau melihat wajah penculik, tidak mungkin kau kembali dalam keadaan hidup.

Juga, jika bocah itu kembali pada keluarganya, keluarga aristokrat akan menggunakan kekuatan penih untuk memberikan balasan. Tidak ada yang salah, jika kau tertangkap, kau akan dibunuh. Aku tidak bisa berpikir untuk melarikan diri dan bahkan jika aku entah bisa mengaturnya, aku tidak punya uang banyak untuk sepenuhnya melarikan diri dari situasi itu.

Tidak ada pilihan lain. Aku harus menyelesaikannya sendiri.

Itu benar, jadi datanglah dengan patuh.

... seperti yang kupikir, aku menolak. Bawa aku ke rumahku segera, dan jika kau melakukannya, aku akan memberikan hadiah yang cukup untukmu.

Ituah mengapa aku bilang selama aku dapat uangnya, aku akan mengirimmu pulang, benar?

Se-setelah semua..

Pria ini pertama kalinya merencanakan untuk menyelesaikannya dengan wajah lembut, sehingga kecemasan bocah itu akan ditenangkan. Sepertinya dia tidak sama sekali menyadariku.

Haruskah aku melakukannya? Tidak, aku harus melakukannya!

Ada orang lain yang berada di dalam pikiranku, dan saat kesadarannya lengah, tubuhku mulai bergerak karena itu.

Perlahan tanpa sadar, aku menyelinap ke depan dan mendekati bagian belakang pria itu. Aku mengeluarkan pisau yang kusembunyikan. Hanya ini senjata yang aku simpan saat seperti itu.

Semua lainnya telah diambil oleh pria itu beberapa jam yang lalu.

Kali ini, aku pasti takkan gagal.

Pria itu menangkap tangan bocah itu. Berkat dia berjongkok, bagian belakang kepalanya sepenuhnya terlihat tepat di depan mataku. Aku mengangkat tanganku utnuk menamcapkan pisauku pada tengkuk leher pria itu.

Tapi bocah itu mengalihkan pandangannya ke arah ku benar-benar idiot

Karena tatapannya, pria itu menoleh ke belakang dan memperhatikanku.

Bajingan kau! Apa yang sedang coba kau lakukan!?

uwaaa~!

Sementara aku berteriak karena ketakutan yang meledak di dalam diriku, tanganku berayun ke bawah ke arah wajah pria itu.

Gu..guah!

Yang tersisa di tanganku adalah sensasi tak menyenangkan, tapi aku tidak punya waktu unuk merenungkan pemikiran semacam itu

Sambil mengeluarkan pisau yang menimpa mulut pria itu, aku langsung mengayunkan ke bawah lagi

Pisaunya menusuk mata kanan pria itu.

Belum, aku tau, karena pria itu masih menjerit.

Matiiiiiiiiiiii!

Aku menyambar dengan pisau di wajahnya terus-menerus.

Tidak ada kata-kata yang datang dari mulut pria itu lagi, dan dia perlahan jatuh ke depan.

Haa.. Haa.. Ha..

Nafasku terasa sakit, jantungku berdegup kencang, sehingga hampir menimbulkan rasa sakit di dadaku.

K-Kau..

…Larilah.

La-Lari katamu..

Ikuti aku, cepat dan melirakn diri!

B-baik!

Dengan penuh semangat aku berlari ke arah jalan kecil yang menuju jalan utama. Meski aku ingin membuang pisau yang berlumuran darah itu di tanganku, karena tanganku menegang, aku tidak bisa melepaskannya. Tidak peduli berapa banyak aku menggoncangkan tanganku, aku tidak bisa melepaskan senjata ini.

O-oy, tunggu! Lambatlah sedikit.

Bocah itu berteriak dari belakangku. Karena aku tidak bisa meninggalkannya sendirian, aku memperlambat langkahku, seperti yang dia katakan.

Bagiku, bocah itu adalah sumber uang yang penting. Menuntut hadiah akan membiarkanku mendapatkan uang yang cukup.

Itu adalah modal, yang harus kudapatkan, untuk menjauh dari ibu kota.

Apa dia mati?

Aku tak tau.

Kau telah membunuh seseorang, huh?

Jika aku tidak melakukannya, aku yang akan terbunuh

Begitukah.

Jadi, bocah itu sekali lagi diam. Meski aku tidak benar-benar ingin membunuh seseorang, lebih baik melakukannya daripada dibunuh.

Aku membbunuh seseorang. Karena kaa-kata bocah itu, pikiran itu akhirnya membebaniku.

Tiba-tiba, tanganku mulai bergetar. Pisau yang tidak bisa kulepaskan sebelumnya dengan mudah terlepas dari tanganku. Goncangan telah menyebar ke seluruh tubuhku sehingga kakiku berhenti.

Oy! Apa masalahnya?

Aku tidak bisa membuat diriku menjawab pertanyaan bocah itu lagi.

Hei? Kau tak apa? Kita harus bergegas dan melarikan diri.

Aku tahu itu. Aku membunuh pria itu, tapi dia punya rekan. Jika aku tidak pergi dari daerah kumuh, lain kali aku akan menjadi orang yang terbunuh.

Namun, tidak peduli apa, aku tidak bisa bergerak. Bukan seolah tubuhku tidak benar-benar mampu bergerak. Itu karena kesadaranku mulai kabur, sampai-sampai aku tidak bisa mendengar suara bocah itu lagi.

….! Cep….! Di mana….!?

Aku tidak bisa memahaminya lagi dan juga tidak memiliki kekuatan untuk memikirkannya.

Jadi kesadaranku perlahan ditelan kegelapan.

◇◇◇

Saat aku terbangun, di hadapanku ada kayu, langit-langit kayu. Nampaknya untuk suatu alasan, aku telah tertidur di tempat tidur.

Itu adalah mimpi– itu yang kupikirkan tapi, aku perhatikat langit-lagit di depanku bukanlah sesuatu yang familiar.

Aku bangkit dengan panik dan melihat sekeliling, lingkungan tempat tidur memiliki rasa retro pada mereka, dengan perabotan halus di tempat, sebuah ruangan bergaya barat.

Mencondongkan kepalaku ke kanan, aku melihat orang lain.

Setelah melihatnya, aku langsung mulai merasa sedih.

Orang itu mendekat ke tempat tidur.

Nampaknya anda telah bangun. Saya akan melaporkannya, jadi saya akan meninggalkan anda sebentar. Tolong tunggu saya di sini.

Rambut coklat dan mata biru. Tidak peduli bagaimana kau melihatnya, dia bukan orang Jepang. Selain itu, dia mengenakan seragam pelayan dan memiliki suara yang teanang.

Dia meninggalkan ruangan.

Ini seperti aku masih di dalam mimpi. Jika aku telah bangun maka itu–

Menenangkan diri, aku memutuskan memikirkan banyak hal.

Dunia apa itu?– Aku tidak bisa meneumkan jawaban untuk pertanyaan itu.

Apa nama negara ini? –– Kerajaan Gran Flamm adalah jawaban yang pasti yang melayang di dalam pikiranku.

Lalu siapa aku? Moriya Ryou adalah nama yang melayang di dalam pikiranku. Itu sudah jelas.

Namun, di dalam diriku, ada orang lain. Tidak mungkin ada kesalahan tentang itu.

Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa orang di dalam diriku tau?

Di mana aku lahir? Jawabannya adalah Tokyo.

Itu tidak berjalan baik sama sekali. Selama aku masih “diriku”, mungkinkah untuk meminta jawaban? Aku yang lain, sebelum aku kehilangan kesadaran, apakah informasi yang mengapung di dalam kepalaku itu datang darinya?

Memikirkannya, apa yang ku renungkan itu spekulasi tidak berguna. Untuk saat ini, aku harus melakukan semuanya sendiri.

Di mana rumahku di kota– jawabannya, alamat yang berasal dari pikiranku. Ada penanpungan jompo yang terbuat dari papan yang sepertinya berfungsi sebagai kamar tidurku. Berbagai hal berserakan di sekitar lantai.

Caraku bertanya dengan diriku yang lain ternyata berhasil.

Aku mencoba bertanya tentang orang tuaku, untuk berbicara, di dunia ini*. Seperti yang kupikir, tidak ada satupun. Jika kau juga menanyakan yang lain padaku, jawabannya tetap akan sama. Aku tidak memiliki orang tua.

[*I tried asking about my parents, so to speak, in this world.  Nggak tau mau nerjemahin apa.]

Siapa pria yang telah ku bunuh? Nama Dan muncul di dalam pikiranku. Itu adalah pria yang ku kenal dengan namanya. Juga, Dan itu adalah seseorang yang aku sangat aku benci. Pria itu tidak ku kenal, tapi dibenci oleh diriku yang lain.

Kenapa begitu? Bertanya pada kepalaku, aku segera menyesali keputusan itu. Begitu banyak kenangan mulai membanjiri masuk. Dia melemparkan bahasa kasar padaku yang itu adalah norma, menerima kekerasan juha sering terjadi. Tidak hanya itu. Pria yang dipanggil Dan, dia juga pernah melakukan penyerangan seksual sebelumnya. Aku, juga laki.laki.

Saat itu, saat perasaan penghinaan muncul di pikiranku, aku mulai membangun kebencian padanya.

Itu benar. Itu aku, diriku.

Sekitar saat ini, aku mulai menyadari, bahwa tubuhku juga kecil. Meski dengan rambut panjang yang membentang, warnanya sama dengan yang kugunakan juga, kulit tubuhku terasa pucat.

Kemungkinan, bahwa alih-alih aku berubah menjadi anak kecil, aku telah mencuri tubuhku yang lain. Apakah itu kepemilikan atau reinkarnasi, aku tidak tahu, tapi untuk saat ini, memang begitulah adanya.

Aku berada di dunia yang berbeda dari yang diriku yang lama. Bagiku yang berada di dunia lain, dia kemungkinan besar sudah mati.

Aku mencoba menarik kenangan sebelumnya saat aku naik bus. Apa yang ku ingat hanya naik bus dari stasiun, memasuki jalan lingkar dan bagian dalam bus yang berubah dengan anehnya. Bukanlah terang yang akan kau alami saat bereinkarnasi. Aku bisa dengan jelas menyadari, bahwa cahaya aneh itu, yang membuat terang bagian dalam bus, berasal dari sumber lain .

Saat mencoba mengingat apa yang terjadi selanjutnya, aku tidak dapat mengingat apapun.

Mencoba untuk memahaminya dari sana, mungkin aku langsung meninggal karena kecelakaan tabrakan. Seharusnya aku tidak duduk di kursi itu. Karena aku masih muda, seharusnya aku terus berdiri dan mungkin dengan melakukan hal itu, aku tidak akan meninggal .

Berpikir hal-hal semacam itu, untuk sekarang, hanya akan diperdebatkan.

Untuk saat ini, aku akan berpikir tentang hal-hal yang harus aku fokuskan pada pikiranku.

Aku yang lain mengusulkan, bahwa aku harus meninggalkan ibu kota dengan segera. Itu karena takut pembalasan dendam dari rekan-rekan Dan.

Dengan itu, aku sepakat sepenuhnya. Bahkan aku tidak ingin mati sama sekali.

Namun masalahnya, aku yang sekarang adalah anak yatim dan tidak ada yang bisa diandalkan. Aku hanya bisa terus hidup dengan memakan sisa makanan di daerah kumuh. Agar bisa melarikan diri, aku butuh uang dan kemampuan lain.

Bukan itu, ada sesuatu yang harus ku pikirkan sebelumnya.

Di mana tempat ini?

Apa aku telah lolos?

Mungkinkah, aku telah tertangkap oleh orang yang seharusnya tidak pernah menangkapku?

Aku segera turun dari tempat tidur dan melirik ke arah jendela. Aku bisa melihat langit biru menyebar di luar jendela. Di bawahku adalah taman yang indah dan aku berada di lantai tiga. Tidak mungkin bisa melarikan diri dari jendela.

Bergerak ke arah pintu, sebuah suara darang dari sisi lain masuk ke telingaku. Seperti di waktu yang tepat, aku tiba-tiba mendengar suara wanita.

Ariel-sama! Anda seharusnnya tidak pergi! Anda seharusnya tidak mendekati ruangan itu!

Aku tiidak perlu mendengarnya dengan seksama karena itu dengan jelas masuk ke telingaku. Mengetahui arti di balik kata-kata itu, aku segera kembali ke tempat tidur.

Begitu aku melakukannya, pintunya terbuka dengan kasar. Perlahan menoleh ke arah pintu, apa yang kulihat di sana, adalah bocah pirang dan mata hijau yang sama di daerah kumuh, kecuali kali ini adalah seorang gadis.

Gadis itu tidak gendut sama sekali, dia juga memiliki mata yang sangat menarik, mata berbentuk almond. Secara keseluruhan, dia mempunyai wajah yang cantik.

Gadis itu yang mendekatiku dengan tatapan nakal mulai menatap padaku.

Kata-kata itu, yang berasal dari gadis itu saat dia membuka matanya.

Fuun~ Aku mengerti, jadi kau adalah hewan piaran onii-sama ku yang dibawa bersamanya.

Itu adalah kata yang paling kasar.

Aku menarik kembali semua kata-kataku. Dia tidak manis sama sekali, dia hanya gadis kurang ajar. Itu, apa yang kupikir, tapi keingintahuanku menjadi menjengkelkan oleh kata yang diucapkan gadis itu.

Onii-sama telah membawanya?

Benar. Bocah dekil, yang onii-sama ku itu telah dibawa bersamanya.

Meski dekil agak berliebihan, aku tidak berada di posisi untuk mengeluh.

Telah dibawa kau maksud?

Kau, yang jatuh pingsan di daerah kumuh itu, telah di bawa onii-sama ku itu dipunggungnya, dan disemalatkan olehnya.

Di... punggungnya.

Meski aku khawatir, kenapa tida menekankan kata “itu” setiap saat, faktanya bahwa bocah itu membawaku ke sini sudah pasti.

Itu benar.

Artinya, rumah ini?

Oh, tidakkah kau mendengarku? Tempat ini adalah mansion Marquess Windhill.

Entah menagapa, sementara mengusap dadanya, gadis itu menyatakan itu. Berpikir itu anehnya manis, aku tidak bisa menahan senyum.

Dibawa ke rumah bocah itu, mungkin aku bisa beristirahat dengan tenang sekarang.

Apa yang kau senyumkan?

Gadis itu bertanya padaku, yang punya  senyuman di wajahnya.

Aku berpikir bahwa aku diselamatkan.

…..

Gadis yang kujawab itu, mulai melihatku tak senang.

Apakah ada yang salah?

Caramu berbicara. Betapa tidak sopannya dari sesuatu seperti hewan peliharaan.

Mengatakan hewan piaraan..

Aku adalah seorang bangsawan kau tau? Caramu bicara tidak sesuai dengan tempatmu!

Itu... Saya mohon maaf untuk kesombongan saya, tuan putri.

Ini adalah kecerobohanku. Gadis ini adalah seorang bangsawan dan aku rakyat biasa. Kemungkinan besar, bahwa aku termasuk kelas terbawah sebagai orang yang tinggal di daerah kumuh itu.
Bagi dunia ini, memiliki sistem kelas yang berbeda dari dunia ku sebelumnya, dunia ini pastilah dunia yang kasar.

Oh, sepertinya kau bisa berbicara dengan benar.

Hanya sedikit, Nona.

Nah, selama kau disiplin dengan benar di sekitar bagian-bagian itu, maka itu bagus.

Disiplin

Bagi gadis ini, sepertinya, aku hanya hewan piaraan selamanya.

Tapi sebelumnya, pakaianmu. Rambutmu tidak terawat, selain itu entah bagaimana... kau bau.

Apa aku berbau tidak enak, Nona?

Iya. Bau yang sangat tidak menyenangkan.

Maafkan saya.

Terus terang, kata-kata itu menyakitkan perasaanku, tapi bagi gadis ini, sepertinya dia tidak terlalu memikirkanny.

Lisa

Ya!

Saat gadis itu dipanggil, sosok pelayan di belakangnya adalah seorang wanita. Mungkin dia pelayan wanita. (Nggak, pelayan itu banci -_-)

Buat ini bersih. Sikat tubuhnya, rapikan rambutnya, beri dia penampilan yang sesuai menjadi hewan peliharaan onii-sama ku, seorang anak sah dari keluarga Windhill.

Ya. Pasti.

Apa perawatan hewan peliharaan sudah diputuskan?

Kalau begitu, saat kau sudah rapi, aku akan menemuimu lagi.


Aku akan menemuimu lagi.

... Saya akan menunggu dengan senang tuanku.

Ya. Baiklah, permisi.

Sepertinya itu jawaban yang benar. Gadis dengan ekspresi acuh tak acuh meninggalkan ruangan.

Apa yang tersisa adalah aku dan pelayan wanita itu.

Lewat sini.

Dia tampak meremehkan dan, saat mereda, aku disuruh mengikutinya.

Sepertinya ak tidak disambut baik. Aku tidak terlalu keberatan. Bukannya aku akan lama berada di sana.

Hanya membiarkan bahaya yang menekan berlalu. Hambatan selanjutnya adalah mendapatkan hadiah dan memperloeh uang yang cukup besar untuk meninggalkan ibukota.

Aku bertanya-tanya apa yang harus ku lakukan untuk mencapai tujuan itu. Terlalu banyak yang harus dipikirkan dan rasanya kepalaku meledak.

Tapi meski begitu, aku harus memikirkannya dengan benar. Aku sekarang tidak mampu apa-apa selain memikirkannya. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar