Bab 1: Bertemu Secara Kebetulan
Hariku dimulai dengan menyalakan tembakau milik
ibu.
“Sepeti yang kupikir. Tidak ada yang lebih baik
di pagi hari daripada sebatang rokok yang dinyalakan tangan Mizuki.”
“Apa benar-benar ada perbedaan saat aku yang
melakukannya?”
“Mizuki, masih terlalu banyak bagi anak kecil
sepertimu untuk mengerti. Tidak ada gunanya dinyalakan oleh wanita di atas dua
puluh tahun. Jika kau berencana merokok di masa depan, maka pastikan rokoknya
dinyalakan dengan Pematik Minyak oleh anak kecil. Ini pesan ku sebagai ibumu.”
Ibuku selalu agak aneh, dan dia sering
memanggilku, anaknya, untuk membantunya dengan hal-hal kecil.
Kali ini, dia mengatakan jika rokoknya tidak
dinyalakan dengan pematik minyak, dengan tanganku, sama sekali tidak ada
artinya.
Saat ayah mencoba menyalakannya, dia
menjadi bad mood, dan berkata, ‘Kau tidak mengerti, kan?’ Tapi ini
hanyalah salah satu pemandangan menyenangkan di rumahku.
Pekerjaan ibuku adalah, memasukkan cara yang benar
politik modern, seorang Seniman Bunga. (Kayak pelukis bunga gitu, tapi nggak
tau deh)
Nama lainnya adalah Ikebana Artist, The School
of Thorns, of Flower Specialist. Ada banyak varian namanya, tapi jika kau
mengatakan salah satunya, dia menjadi marah, jadi kami hanya memanggilnya
seorang penata bunga.
Ngomong-ngomong, saat aku mencoba bertanya
tentangnya pada sahabat ibuku, atau siapapun yang mengenalnya, mereka cukup
terkejut.
Karena ibu ini semacam orang... bagaimana
seharusnya aku mengatakannya, cukup banyak orang yang membayangkannya menjadi
sekretaris, atau semacamnya.
“Mizuki, apa orang itu pergi?”
“Maksudmu ayah? Yeah, dia berangkat pagi-pagi
sekali.”
“Itu bagus. Jika dia masih di rumah, aku akan
mengeluarkan surat cerai.”
“Tolong jangan mengatakan hal yang berbahaya.”
“Jangan khawatir. Aku yang akan mengambil hak
asuh.”
“Aku tidak bermaksud seperti itu...”
Pekerjaan ayahku adalah penanam bunga. (ada
saran? Florist: tukang/penanam)
Sepertinya dari usia muda dia menyukai bunga,
jadi di dalam rumah kami dipenuhi dengan yang dia pelihara.
Setiap hari, tanpa lupa, dia pergi ke pasar
untuk membeli produk baru.
Aku tidak begitu tahu tentang itu, tapi
terkadang bahkan dia tidak pulang saat malam.
Dan yang mengejutkan, Ibu adalah orang yang
memulai hubungan mereka.
“Pria itu tidak cocok menjalankan toko bunga.
Perhatikan saja, Mizuki. Dalam sepuluh tahun, dia akan menjalankan seluruh
pengembangan perkebunan bunga. Apa masalahnya? Aku akan membeli semua bunganya.
Kami tidak akan terganggu dengan penulisan kuitansi.”
“Jadi rencanamu menyimpan semua pengeluaran dan
pendapatan keluarga?”
Seperti ini, Ibu jatuh cinta dengan bungan yang
Ayah pelihara.
Ayah juga berhubungan baik dengan penataan bunga
ibuku, jadi kita semua adalah keluarga bahagia... kupikir?
“Aku akan pergi ke sekolah.”
“Tentu, kau harus mencuri beasiswa dari sekolah
persiapan itu jadi aku tidak perlu mengeluarkan semua uangku yang susah payah
ku kumpulkan.” (Sekolah persiapan, sekolah yang berpusat mendapatkan siswa
untuk masuk perguruan tinggi)
“... Jika kau mengatakan seperti itu, aku akan
sedikit bermasalah.”
Ini adalah percakapan kami sehari-hari, jadi aku
tidak akan bicara banyak. Ibu selalu seperti ini.
Aku memasukkan tanganku melalui lengan baju jas
seragam sekolah yang telah kugantung di kursiku, dan melakukan pemeriksaan
terakhir isi tasku. Selanjutnya, aku memasukkan bento yang telah kubuat pagi
ini, juga dua kopi susu kental, dan kreasi ku sendiri Supplement Combo
Shortbread ke dalam tasku. Pada saat itu, Ibu menengok kepalanya untuk melihat
apa yang sedang kulakukan.
“Mizuki. Kau berencana memberi makan babi manis
lagi? Memberi makan orang itu hanya akan menambah kerugian daripada
keuntungan.”
“Bu, tolong berhenti menyebut sahabatku sebagai
babi?”
Saat aku sedikit khawatir tentangnya yang
menambah diabetes, memanggilnya seekor babi gula itu sedikit berlebihan.
(Sengaja dua arti karena menurut kalian bagusan yang mana?)
Dia hanya menyukai makanan manis lebih banyak
daripada rata-rata orang.
Dia hanya menyukai menambahkan madu dan sirup
maple di kopi susu kentalnya sebelum meminumnya.
Terlebih lagi, dia hanya akan memakan kue
coklat.
…
“Kau sendiri sangat aneh, memiliki seekor babi
gula sebagai sahabatmu.”
Aku frustasi dengan asupan gulanya, aku
benar-benar tidak bisa menyangkalnya.
Ngomong-ngomong, dia sebenarnya tidak gemuk atau
yang lain.
“...Aku berangkat. Sampai jumpa, bu.”
“Tentu. Aku akan kembali pukul 22:00 hari ini.”
“Mengerti. Aku akan memasak hidangan daging yang
kau sukai malam ini.”
Ini adalah keseharianku.
Aku sering mengatakan keluargaku itu tidak
normal, tapi ayah dan ibu berhubungan dengan baik, dan aku punya sahabat yang
kukenal selama sepuluh tahun terakhir. Sampai sekarang, aku tidak pernah
benar-benar mengalami masalah kehidupan.
Benar, tidak pernah sekali pun.
Jalan menjuju sekolah, aku berjalan menyusuri
jalan yang kukenal seperti biasa saat itu terjadi.
–– Suara menghilang dari dunia.
Untuk lebih jelasnya, itu bukan hilang.
Suara dedaunan tersapu satu sama lain dalam
angin sepoi-sepoi, dan suara lain yang setiap orang baru saja bisa mendengarnya
masih terdengar.
Tapi denyut kehidupan, atau sesuatu seperti itu
tiba-tiba lenyap semuanya.
“…Eh?”
Saat aku melihat sekitar, jalan yang aku lalui
telah berubah, dan saat aku berbalik, pemandangan di depan berbeda kali ini.
Kota yang aku tinggali memiliki hubungan dengan
pekerjaan ibu dan ayah, dan di samping daerah pemukiman, tempat itu penuh dengan
alam. Tapi apa yang saat ini tercermin di mataku bukanlah pemandangan dari
daerah yang penuh dengan alam, tapi alam itu sendiri.
Jika aku mendeskripsikannya dalam satu kata, itu
adalah hutan.
Jika aku mendeskripsikann pemandangannya, kukira
sebuah gunung.
Jika aku mendeskripsikan situasinya... itu akan
sulit dengan pengalaman hidupku yang terbatas.
Bagaimanapun, pemandangan alam jauh lebih besar
daripada yang pernah kulihat pada ‘kelas di samping alam’ saat sekolah dasar
diperlihatkan di depanku.
Udara dipenuhi dengan aroma tumbuhan yang
terendam di daerah yang lembab.
Rumput liar dibiarkan tumbuh sebisa mereka, dan
pepohonan tumbuh di mana-mana tanpa arah.
Paling tidak, kupikir pegunungan yang pernahku
lihat lebih sedikit terpelihara.
Memikirkannya kembali, semua tanaman berbunga
yang pernah kulihat sebelumnya diangkat oleh tangan seseorang.
“Aku penasaran di mana aku.”
Jadi hal yang memang terjadi.
Jika aku tidak tertidur, aku yakin aku akan
pergi ke sekolah.
Ini mungkin sekolah persiapan, tapi itu memakan
waktu kurang dari satu jam dengan jalan kaki, jadi aku selalu berjalan di sini.
Sebagai bukti dari tujuanku, saat ini aku
memakai seragam sekolah.
Aku memeriksa isi tasku, dan isinya tepat dengan
apa yang kubutuhkan untuk kelas hari ini, jadi kurasa ini bukan mimpi.
Tapi mungkin memang begitu.
Mimpi seperti melompat-lompat, dan tidak
mempunyai ritme yang pasti, jadi mempertimbangkan keadaanku sekarang, bukan
tidak mungkin.
Yup, ini mimpi. Pasti begitu.
Lalu, dalam mimpi ini, apa yang harus kulakukan?
Karena ini mimpi aku yang terdampar di gunung
yang tidak dikenal, haruskah aku kembali ke kota menjadi tujuan akhirku?
Memikirkan tentang itu, aku menyadari aku harus
pergi dan turun dari gunung ini sebagai permulaan.
Beruntung bagiku, jalannya landai sepanjang
jalan, jadi jika aku berjalan dengan pelan, aku secepatnya akan turun dari
gunung ini.
Untuk itu, aku perlahan bergerak maju selangkah
demi selangkah saat aku mulai turun.
Kotoran disekitar basah, dan menempel di bagian
luar sepatuku.
Itu hanya sepatu kets (sneakers) standar yang
kugunakan setiap hari, jadi kukira itu tidak bisa ditolong.
Sepatu bot khusus mendaki gunung milik Ibu dan
Ayah mungkin akan memiliki cengkraman yang lebih kuat, dan mereka membiarkanmu
menggunakannya sekalipun kotoaran dan lumpur menempel, kukira, tapi aku akan
bertanya tentang itu pada mereka lain kali.
Keduanya dengan senang berbagi pengetahuan luas
mereka tentang tanaman, dan segala hal yang berkaitan, denganku.
Aku menyadari sesuatu, dan memasukkan tanganku
ke saku kiriku.
Memeriksa layar di ponselku, aku melihat aku
tidak memiliki pesan.
Bahkan jika ini mimpi, aku mengerti bahwa ponsel
tidak bisa dipakai di daerah pegunungan.
Mungkin karena ini gunung, cuacanya menjadi
dingin...
Sinar matahari yang masuk melalui pepohonan
terasa hangat, tapi suhu atmosfer khas gunung, dan kelembabannya mendinginkan
tubuhku.
Seragam ini seharusnya terbuat dari bahan
isolasi yang bagus, namun tetap saja, aku kedinginan.
Aku merasa ini sedikit menakjubkan.
Tapi bahkan pikiran itu menjadi semakin redup
saat aku terus menuruni gunung.
Pada awalnya cuacanya dingin, tapi karena aku
terus-menerus menggerakkan tubuhku, aku perlahan menghangatkan diri, dan
kekhawatiranku memudar.
Meski begitu, sepertinya gunung ini cukup besar,
dan bahkan setelah jangka waktu yang lama, aku tidak bisa melihat bagian
bawahnya.
Dinginnya pasti karena aku berada di tempat yang
sangat tinggi.
Awalnya, aku mungkin akan bermasalah tanpa alat
bantu pernafasan, tapi aku pasti baik-baik saja karena ini adalah mimpi.
Beberapa jam kemudian, aku mulai merasa lapar.
Setelah menemukan tanah terbuka untuk duduk, aku
membuka bento.
Di dalamnya adalah sebuah susunan yang kupikir
mengandung nutrisi dan rasa sebagai pertimbangan.
Dibandingkan sahabatku, aku seorang yang
makannya tidak banyak... tidak, dia hanya pemakan makanan berat, jadi mungkin
aku normal. Aku mulai mengambil sumpit, dan memakan isinya.
“Yup... tidak buruk.”
Ini mungkin mimpi, tapi makan ditempat yang
dikelilingi alam membuat rasa makanan lebih enak.
Embun cukup untuk memenuhi rasa hausku, dan
tidak termasuk kopi susu kental, hari ini cukup menyenangkan.
Akan lebih baik jika dia tidak naik menjadi
diabetes tipe 2~
Di dunia nyata, aku mungkin tersenyum. Aku
menaruh kekhawatiran pada sahabatku saat aku menghabiskan bentoku.
“Meskipun begitu...”
Tempat ini sepi.
Saat aku melangkah jauh menuruni gunung,
kepadatan pohon meningkat, dan saat menjadi semakin hangat, aku tetap tidak
mendengar apapun selain gemerisik daun,
Kupikir ini terkait dengan ketinggian dan musim,
tapi dunia mimpiku terlalu sepi.
Aku tidak mendengar satu serangga pun atau
burung berkicau.
–– Seakan mereka semua mati...
Tidak bermaksud kasar pada penunggu gunung ini.
Biarkan aku menarik kata-kataku.
Aku meletakkan kedua tanganku, dan mengarahkan
doaku pada dewa makanan, dan dewa apapun yang memberikanku tempat ini untuk
makan. Aku meminta maaf, sementara aku mengucapkan terima kasih.
Dan setelah selesai makan siang, aku mulai turun
sekali lagi.
Sekitar sepuluh menit setelah aku memulai
kembali perjalananku, aku mendengar suara air mengalir.
Aku mencondongkan kepalaku, dan memutar
telingaku ke asal suara. Ketika aku pergi ke arah itu, apa yang aku temukan
adalah sungai.
Di dalamnya mengalir air jernih tanpa sedikit
pun lumpur, jadi itu nampaknya bisa diminum. Tentu saja, itu mungkin bukan air
tawar, jadi aku tidak akan meminumnya dengan ceroboh, tapi saat aku mencelupkan
tanganku ke dalamnya, sensasi dingin yang melintas cukup bagus.
“Lumayan...”
Sungainya mengalir ke bawah. Jadi jika aku
mengikuti ke hilir sungai, aku secepatnya akan mencapai tempat tinggal manusia.
... Apa cuma imajinasiku bahwa tidak ada ikan
atau serangga?
Airnya jernih, jadi tidak akan aneh melihat
satu, atau dua ikan
Apa mereka bersembunyi di bebatuan? Ada sedikit
serangga di ketinggian yang tinggi, jadi aku mungkin masih terlalu tinggi.
Dan kira-kira sejam setelah mengikuti sungi,
tanah miring ini berubah menjadi tanah datar.
Setelah kabur dari hutan pohon yang lebat, apa
yang menemuiku adalah luas, cerahnya, langit biru.
Lebih tinggi dan lebih luas daripada hari cerah
di bulan Desember. Langit yang jauh.
Udaranya bersih, dan tidak ada benda asing yang
tercampur, rasanya segar.
Akhirnya, walau tidak rata, aku menemukan jalan
beraspal, jadi aku menarik napas lega.
Tapi apa yang ditunjukkan adalah sebuah kota
hantu.
Apa yang tersisa adalah serangkaian bagunan yang
tidak menyenangkan.
Aku tidak pernah melihat adegan seperti ini di
buku teks sejarah kami. Paling tidak, ini bukan gaya arsitektur lama Jepang.
Apa yang harus kubandingkan dengan itu?
Rumah Kayu dengan jumlah lantai yang berbeda,
seolah menandakan peringkat, berulang kali berbaris satu sama lain.
Konstruksi kayu itu sendiri sepertinya memiliki
beberapa kepraktisan, bahkan di Jepang modern. Alasana aku yakin tidak ada yang
tinggal di sini karena melimpahnya rumput liar, dan kurangnya tangan manusia
untuk menjaganya.
Tapi untuk konstruksi kayunya, strukturnya
terlihat baru. Aku tidak berpikir bertahun-tahun telah berlalu sejak pertama
kali di tancapkan.
Aku bukan tukang kayu, jadi aku tidak begitu
tahu, tapi kupikir beberapa rumah tipis ini akan memecahkan kode konstruksi.
Tentu saja, hanya saja aku tidak tau, dan rumah
seperti ini dibangun secara teratur. Pertama, ini mimpiku, jadi pikiranku
mungkin secara acak mengatue gambar di ingatanku.
“Ada orang di sini?”
Aku bertanya dengan suara nyaring.
Seperti yang kupikir, tidak ada jawaban, jadi
kuputuskan untuk berjalan lebih jauh.
Setelah menyusuri jalan setapak yang dipenuhi
rumput liar, aku melihat beberapa ladang.
Ada hasil yang tumbuh di dalamnya, tapi sejak
bertahun-tahun ditinggalkan, sayuran layu, sayuran yang terlalu banyak, dan
yang menjadi hitam karena membusuk merajalela.
Apa itu ditinggalkan sebelum panen?
Ada juga rumput yang tersebar di seluruh ladang,
jadi bukan hanya satu atau dua hari saja.
Sebulan, atau dua bulan.
Butuh setidaknya sebulan untuk mendapatkan
pemandangan bencana seperti ini.
Jika ibu melihat ini, dia akan sangat marah~.
Dia biasanya orang yang jorok, tapi saat
terlibat dengan tanaman, dia lebih dari siapapun.
Baik aku dan ayahku melihat ke bagian dirinya
itu.
Tentu saja, aku pikir ada beberapa keadaan
seputar pemandangan ini.
Tapi dalam beberapa bulan, apa mungkin semua
orang yang tinggal di sini tiba-tiba bangun dan pergi?
Kurasa kemungkinan alasannya bisa aja sesuatu
seperti Konstruksi Dam.
Itu mungkin tidak akan segera terjadi, tapi jika
alasannya adalah Konstruksi Dam, aku harus menjadi pekerjam dan bertanya di
mana tepatnya ini.
Dan sementara aku berjalan ke depan, rasa
terpencil menyelimuti dadaku.
–– Ini suara yang biasa kudengar.
Mobil, dan sepeda. Teriakan burung dan binatang
liar.
Tidak ada indikasi tunggal suara seperti itu.
Satu-satunya hal yang kudengar adalah tiupan
angin, dan bunyi langkah kakiku...ini tempat yang sepi, tempat yang tidak
menyenangkan.
Mungkin bukan hakku mengatakannya dengan
pengalaman kecil hidupku, tapi...
“Kupikir aku... benci tempat ini.”
Aku bicara tanpa berpikir.
Tanpa mengetahui situasinya, aku dengan ceroboh
berbicara mengenai tempat ini. Jahatnya.
Tapi tidak mungkin saat ini aku akan menyukai
tempat ini.
... Ayo pergi. Ayo temukan seseorang.
Pada saat seperti ini, kupikir aku menyerah pada
kesepian dengan mudah.
Bahkan jika aku bertemu orang yang menakutkan,
aku mulai bertanya-tanya apakah mereka benar-benar menakutkan atau tidak.
Sahabatku menyukai program supranatural khusus,
dan cerita hantu... dan tunggu, selama musim panas, aku menontonnya, tapi aku
yang dulu terlalu takut untuk menghadapinya.
Saat aku ketakutan seperti itu, Ibu dan Ayah
menasehatiku.
“Mizuki-kun, hantu dulunya manusia, jadi
mereka tidak menakutkan. Seperti kita semua, mereka hanya memiliki beberapa
bagian menakutkan pada mereka.”
Ayah mengatakan itu padaku.
“Mizuki, hantu itu tidak ada. Jika mereka ada,
maka akan tidak adil jika hanya manusia. Roh dari 100.000.000 lebih serangga
yang mati tiap tahun hanya akan berkeliaran. Bahkan jika hanya manusia, maka
bukankah itu membuat dunia ini terlalu nyaman bagi mereka? Dengar, jika kamu
memikirkannya secara logis, itu tidak menakutkan, kan?”
Dan Ibu mengatakan itu padaku.
Kedua dongeng mereka mengungkapkan banyak
tentang kepribadian mereka, dan dibuat untuk memori yang bagus. Aku senang.
Jadi bahkan jika manusia membawa bagian dalam
menakutkan mereka, aku percaya mereka memiliki banyak bagian yang bagus juga.
Seharusnya ada banyak hal bagus di tempat ini
juga.
Sementara aku memikirkan pemikiran itu saat aku
melangkah maju, ladangnya perlahan-lahan berganti menjadi bangunan.
Ini pastunya desa yang luas.
Meskipun semua orang di Jepang harus berkumpul
bersama karena ruang tempat tinggal yang terbatas. Aku berani bertaruh aku
benar-benar keluar dari tongkat. (Ada yang lebih baik? I’ll bet I’m really out
in the sticks.)
“Hmm?”
Sepanjang baris ukuran rumah, hanya satu yang
tampak dipelihara lebih baik daripada yang lain.
Atap rumah itu dicat merah, dan meski agak
lapuk, suasananya bagus.
Rumahnya dikelilingi rumput liar pendek, yang
mana itu dunia yang berbeda dari hutan rumput liar disekitarnya. Aku juga
mencium aroma manusia. Aku bahkan mencium bau rempah-rempah yang digunakan
untuk memasak di dalam, jadi pasti ada seseorang yang tinggal di sini.
“Um, permisi~! Ada orang di sini~?”
Saat aku memanggil keluar dengan suara keras,
aku mendengar bunyi logam mengenai tanah dari dalam.
Apa aku mengejutkan mereka...?
Mereka mungkin terkejut saat tengah memasak, dan
menjatuhkan peralatan masak.
Kuharap mereka tidak terluka karena pisau, atau
apapun.
“Chamme chimiam!?”
Ini suara nyata seorang gadis.
Langkah kaki yang gaduh bergema di dalam, dan
apa yang muncul adalah orang asing.
Itu adalah rumah kayu, jadi aku mengharapkan
pintu berengsel, tapi pintu gesernya terbuka.
Apa itu pakaian penduduk di sini? Haruskah
kusebut begitu?
Gadis yang mengenakan pakaian seperti jas hujan
bertudung warna perak itu menutupi seluruh tubuhnya, dan dari sana, rambut
perak yang indah berkibar keluar.
Ekspresinya menandakan dia dalam keadaan panik.
Sering dikatakan bahwa sulit membaca ekspresi
orang asing, tapi gadis yang tampak muda itu berbeda dari apa yang kubayangkan
tentang orang asing.
Dia cepat pudar, atau harus kukatakan
eksistensinya hampir transparan. Gadis muda itu memiliki aura seperti itu.
Akhirnya, gadis itu mulai mengamatiku. Matanya perlahan
bergerak dari ujung kepalaku sampai telapak kakiku.
Dan saat mata emas gadis itu menarikku masuk,
kedua tangannya perlahan bergerak menutupi mulutnya.
Di matanya, tetesan air yang besar... air mata
mulai terbentuk.
“A-aku minta maaf!”
Aku tanpa sengaja meminta maaf.
Itu tidak normal bagi gadis yang tiba-tiba
meledakkan tangisan seperti itu. Aku pasti telah melakukan hal yang buruk...
mungkin karena aku memanggilnya dengan suara keras, dia tidak sengaja membuat
kesalahan.
Aku tidak tau jika dia akan memaafkan ku, tapi
jika aku bersalah, aku harus meminta maaf dahulu.
“Homehrya Mihimoyse? Lomesonogen Byu?”
(Authornya ngarang bahasanya, jadi jangan dipikirin)
“Um... maaf. Aku tidak mengerti sepatah
katapun... tunggu, kau tidak akan mengerti jika aku menggunakan bahasa Jepang,
maukah kau... apa yang harus kulakukan...”
Aku tidak berpikir ini bahasa Inggris. Meski
begitu, aku tidak tau dari negara mana dia berasal, dan bahkan jika aku
mengetahuinya, aku tidak pernah meninggalkan Jepang dari sejak aku lahir.
Terlebih lagi, aku hanya mengerti bahasa Jepang,
jadi kurasa aku tidak memahami bersama dengannya.
A-aku bertanya-tanya apa yng harus kulakukan.
“Rom d’nokuch. Machmiz hohkichtemum meyomya
kezo…”
Gadis berambut perak itu tersenyum saat air
matanya melewatinya, dan mendekatiku. Satu langkah. Dua langkah.
Reaksinya menunjukkan dia gembira bertemu
seseorang. Ini mungkin perbandingan yang buruk, tapi ini seolah-olah dia sekali
lagi bertemu dengan kekasihnya, yang terpisahkan oleh kematian... bagaimanapun,
ini adalah ekspresi yang tidak pernah kulihat dalam hidupku.
Aku bingung saat gadis itu dengan lembut
memelukku, dan mengulang kata-kata yang sama, lagi dan lagi.
“Fukametni temu met mawozamph… Chnitch temu met
mawozamph…”
Yang bisa kupahami adalah kata-katanya
sepertinya mengandung perasaan syukur kepadaku.
“Ah…”
Melihat rambut yang menutupi wajah gadis yang
memelukku, aku memperhatikannya.
Rambutnya bukan berwarna perak. Itu transparan,
memantulkan cahaya yang mengenainya.
Aku melihat rambut cerahnya mencerminkan
pemandangan di sekitarku.
Hatiku berdeguo beberapa kali lebih cepat dari
biasanya.
Bahkan aku tidak berpikir itu adalah niatku,
tapi aku tidak memiliki banyak pengalaman berurusan dengan wanita. Temperatur
tubuhku mulai naik.
Tapi degupnya dan kehangatan yang kurasakan dari
gadis di depanku anehnya tampak nyata.
“Mungkinkah... ini bukan mimpi...?”
Debaran hatinya memancarkah kesedihan yang
mendalam padaku. Mengumpat padaku, mengatakan bahwa ini memang kenyataan.
Memikirkannya kembali, dari pagi hingga
sekarang, waktu dan ruang terus mengalir, dan rasa dari bentoku sama seperti
setiap harinya. Kopi susu kental sama manis dan merangsang seperti biasanya.
Tubuhku memanas, yang telah diangkat dari
perjalananku yang terus berlanjut, dan rasa malu, mulai tampak jatuh.
Jika ini bukan mimpi, lalu di mana aku?
Jika kau menghapus penjelasan, ‘ini hanya
mimpi’, maka jelas ini mungkin bukan di Jepang.
Dan di sana, pikiranku membeku.
Jepang... tidak mendekati sama sekali. Jika ini
bukan di Jepang, lalu di mana?
Seperti itu, pikiranku berputar.
Apa yang seharusnya terjadi di sini? Apa yang
akan teradi padaku?
Jika aku memiliki banyak kebijaksanaan seperti
ibuku, maka mungkin aku akan bisa memikirkannya, tapi ini mustahil bagiku.
Pikiranku berantakan, dan aku bahkan tidak bisa
mengerti situasi saat ini.
“Mach milhansoch fuhkalehmo?”
Nada gadis ini menunjukkan dia mengajukan
pertanyaan, tapi aku tidak tau apa yang dikatakannya. Tapi aku bisa melihat dia
tersenyum, dan dia mengatasinya dengan gembira. Aku tidak tau mengapa, tapi aku
terpikat olehnya, dan aku juga tersenyum... perasaan dingin sebelumnya
menghilang, dan hatiku merasa hangat lagi....Pasti karena anak ini memiliki
senyuman yang bagus.
“Aku minta maaf. Aku tidak mengerti
kata-katamu.”
“Honraazya sachmo?”
“Bagaimana aku bisa mengatasi ini... aku pernah
mendengar komunikasi non-verbal, tapi haruskah aku mencoba memberi isyarat?”
Karena ayah seorang penanam bunga, dia tau
tentang bunga dari berbagai negara.
Ternyata, pengetahuannya didapat saat ia
berkeliaran di berbagai negara saat dia masih muda. Tentu saja, ada banyak
negara di mana percakapan tidak akan berhasil, dan melalui komunikasi
non-verbal, entah bagaimana dia berhasil, jadi aku berani bertaruh dia akan
menggunakannya pada saat seperti ini.
Sejujurnya, sampai saat ini, aku tidak pernah
memandang ayah.. Aku tidak pernah membayangkan bahwa mencoba untuk mendapatkan
kata-kata melalui seseorang yang tidak bisa bahasa bisa menjadi sulit.
“Yamhra Celeilia, mahmila?” [Namaku Celeilia,
kamu?] (saya mencoba menerjemahkannya)
“Y-yamhrashe?” [WT*F!?] :v
Jika aku memecahkan alasan pelukan ini, aku
harus membayangkan sesuatu. Ekspresinya lembut, jadi aku rasa aku tidak di
sarang, tapi jawaban apa yang harus aku berikan?
“Hororaazya sanachmo?”
“U-u~m…”
Mata gadis itu berubah serius kali ini, saat dia
meminta sebuah jawaban. Ini mungkin menjadi masalah dengan sikapku, tapi
alangkah baiknya jika fakta bahwa kata-kata tidak berhasil tersampaikan.
Akhirnya, gadis itu menutup matanya, dan
berpikir keras sejenak. Matanya terbuka, dan dia meletakkan kedua tangannya di
tubuhnya.
“Celeilia.”
“Celeilia? Itu namamu?”
Ketika aku memanggil nama gadis itu, dia
melepaskan senyuman yang sinarnya menyaingi matahari.
“Roph! Yamhra Celeilia. Mahmila?” [Benar! Namaku
Celeilia. Kamu?]
Dia dengan senang menyatakan namanya sendiri
sebagai Celeilia, dan menggeser tangannya dari dirinya kepadaku.
Mahmila... itu mungkin mengacu padaku. Mungkin
kata itu sama dengan『kamu』atau lainnya. Jika begitu, maka ini giliranku
memperkenalkan diriku.
“Mizuki. Celeilia, namaku Kagiya Mizuki.”
“Mizuki??”
“Yep, aku Mi. Zu. Ki.”
“Roph, Mahmila, Mizuki, Sochfumo he.” [Ya, Kamu,
Mizuki, ---]
“Benar. Aku Mizuki, dan kamu Celeilia. Apa itu
benar?”
“Roph! Yamhra Celeilia, Mahmila Mizuki.” [Yep!
Aku Celeilia, Kamu Mizuki.]
Untuk sementara, kami hanya memanggil nama satu
sama lain.
Aku bertanya kenapa. Mengetahui sesuatu yang
sederhana seperti namanya membuatku bahagia.
Kupikir aku mengerti kenapa Ayah berbicara
tentang waktunya untuk meneliti bunga di luar negeri dengan suka seperti itu.
“Mizuki, lyophzo noiyonan hamo, Mizuki, Ominet?”
(yare, yare...)
Akhirnya, Celeilia meraih tanganku, dan
menuntuku ke dalam rumah.
Bahkan jika yang punya mengajakku masuk, aku
agak ragu memasuki rumah seseorang yang baru saja aku temui.
Bagian dalam rumah dibersihkan dengan baik. Tapi
Celeilia tampak gembira jadi aku tidak bisa menolaknya.
Tapi penataannya sangat berbeda dengan apa yang
kubayangkan seperti rumah khas.
Pertama-tama, baunya pohom. Ini Cypress
Jepang... kupikir. Kau bisa mencium baunya di daerah dengan onsens, dan bila
baunya ditambahkan ke air mandi normal, itu membuatmu merasa damai. [Cypress:
semacam pohon cemara. Onsens: Vila di Jepang]
Mungkin itu muncul di kepalaku karena banyaknya
tanaman yang Ayah dan Ibu pelihara di rumah.
Dan untuk sebuah rumah modern, perencanaan
modelnya agak terlalu tua.
Sedikit gangguan bisa menyebabkan roboh.
Pikiranku yang terus terang adalah rumah itu berbahaya.
“Mizuki, homra yamih mosoumwo, Minetmu meyo?”
Dari tangisnya, mata Celeilia agak bengkak, tapi
dia tersenyum saat dia menuntunku ke sebuah meja dan mulai membawakan makanan
di atasnya.
Mejanya terbuat dari kayu usang, dan aku bisa
merasakan sejarah yang dalam terpancar darinya. Piring makanan yang di
tempatkan di atas adalah perak... itu bukan stainless. Itu logam yang tidak
kukenal sama sekali.
Makanannya adalah roti panggang sederhana yang
terbiat daro tepung terigu yang diremas... bukan, itu lebih seperti kulit
pizza. Roti pokok di India, Nan. Ada juga daging kering yang sudah dilembutkan
hingga mendidih, dan bermacam sayuran. Tampaknya ini menjadi gaya makan di mana
kau mencelupkan makanan ke dalam saus sebelum memakannya.
Gaya memasak ini menyerupai apa yang menurutku
ditemukan di Timur Tengah.
Tapi pakaian yang di pakai Celeilia adalah
mantel putih hangat.
Aku benar-benar tidak tau tentang merek, jadi
aku tidak bisa berkata dengan pasti, tapi dibandingkan dengan apa yang
kukenakan sekarang, itu dibuat lebih kokoh, dan ada ornamen cantik yang dibuat
di atasnya. Terlihat cukup mahal. Ini mungkin menyinggung perasaan orang-orang
di Timur Tengah, tapi aku jelas terlihat dari zona budaya mereka.
Tentu saja, mungkin saja Celeilia memiliki
kewarganegaraan yang berbeda, dan dia hanya tinggal di sini sekarang, tapi jika
aku meneruskan alur pemikiran ini, pikiranku hanya akan membeku seperti
sebelumnya.
Alasannya aku tinggal di Jepang, dan aku
berjalan melalui berbagai jalanan negara Jepang saat aku menemukan diriku di
gunung itu.
Dari kemauannya yang kuat, aku tidak percaya
lagi ini mimpi. Jadi aku perlu mencari tau kenapa aku di sini, dan apa tepatnya
yang Celeilia coba tanyakan padaku.
Iklimnya asing, rumah-rumahnya tampak tua.
Piringnya perak, dan makanan Timur Tengah. Ada juga pakaiannya.
Aku hanya bisa menganggap ini serentetan yang
tidak serasi.
Amerika, atau Inggris. Rusia, atau Jerman. Tidak
peduli yang mana kau sarankan untuk kewarganegaraannya, aku akan menggelengkan
kepalaku, tapi struktur wajahnya adlaah model Jepang orang asing: dia memiliki
cita rasa Eropa.
Sampai saat ini baik-baik saja. Tapi bagaimana
dengan yang berikutnya?
Menggantung dari Celeila, rambut berkilauannya
yang dikelilingi oleh cahaya... tidak berwarna.
Itu rambut transparan. Jika aku menganggapnya
dibuat dari serat poliester sintetis itu mungkin masuk akal, tapi tidak peduli
bagaimana aku melihatnya, itu adalah rambut mengkilat yang tumbuh langsung dari
kulit kepalanya. Rambutnya cukup sehat.
Dan mata emasnya.
Amber (kuning). Aku pernah mendengar mata kuning
benar-benar ada, tapi tidak seperti cokelat tua, atau coklat kemerahan, matanya
tampak terbuat dari emas yang paling murni. Mata cantiknya tampak menarikmu.
“Zofhimimo? Yamihmoki hakiuchit chiyo?”
Mungkin aku yang menatapnya dengan tajam,
Celeilia mengajukan sebuah pertanyaan.
Aku tidak mengerti kata-katanya, tapi mungkin
ini soal makanannya.
“Y-yeah, mari makan.”
Aku sudah makan siang, tapi aku sudah diajak
masuk ke dalam rumah, dan dia bahkan menyediakan makanan, jadi sulit untuk
ditolak. Aku tidak bisa mengatakan padanya aku sudah kenyang.
Yang lebih penting, aku tidak punya cara untuk
menyampaikan pesannya.
Melihat Celeilia menumpuk daging kering,
sayuran, dan saus di atas benda seperti nan dalam proporsi yang baik, aku
mencoba menirunya.
“…”
Aku tidak yakin jika ini buatan tangan, tapi bau
dari roti yang baru panggang, dan rasa merangsang dari sausnya menari di
sekitar lidah.
Sayurannya disiapkan dengan baik dan segar, dan
sementara sayurannya mempunyai rasa yang tidak pernah kurasakan sebelumnya,
segar dan berair.
Sayurannya pasti organik.
Daging kering yang terlihat beberapa kali lebih
lembut dari yang terlihat, dan teksturnya bagus. Rasa dalamnya melebar di
depanku saat cairannya bocor keluar. Sejujurnya aku merasa kagum jika kau bisa
mendapatkan banyak rasa dari makanan kering ini.
Aku punya sedikit rasa percaya diri dengan
masakan buatanku, tapi ini jauh lebih enak dari bento yang pernah kubuat.
“Yep, ini enak. Celeilia, ini sangat enak.”
“Delisus? Yhyom?” [Delisus? Enak?]
“Iihyom? Apa itu berarti sama?”
Saat aku berkata Yhyom, dan memasukkan makanan
ke mulutku, Celeilia tersenyum senang.
Itu benar-benar berbeda dengan kata yang memuji
masakannya.
“Yep, Yhyom.” [Ya, enak.]
“Mizuki, mawozamph…” [Terima kasih,
Mizuki...]
Baik hati, dan sangat cantik. Celeilia
mengatakan ini sambil tersenyum, dengan mata sedikit berkaca-kaca.
Mawozamph, kurasa itu adalah kata yang
diulangnya saat dia memelukku.
Aku tidak tau artinya, tapi itu membuat dadaku
merasa hangat... sesuatu seperti itu.
Pada akhirnya, meskipun aku sudah kenyang dengan
bento, aku menghabiskan semua maskan yang disajikan Celeilia di depanku.
Padahal aku sudah makan dengan jumlah yang
berlebihan, dan perutku sakit.
Dan setelah makan siang berakhir, aku mencoba
bertanya pada Celeilia, yang datang untuk mengambil piring.
“Um, negara apa ini?”
Di dalam tasku ada buku teks geografi. Aku
membuka peta dunia, dan menunjukkan padanya penggambaran dunia. Ini beruntung
aku akan belajar sosial hari ini.
Aku ragu dia tidak tau daerah di mana dia
tinggal.
Celeilia tampaknya memiliki tanda tanya yang
melayang di atas kepalanya saat dia menatap peta yang kurentangkan.
“Tamihohan hachlikemia kezohomera?”
Sepertinya itu tidak berhasil.
Jika dia menggunakan bahasa Inggirs, maka
mungkin buku teks Inggrisku akan membantu, tapi tampaknya dia tidak kenal bahasanya.
Dia memiliki reaksi yang sama dengan negara yang menggunakan bahasa Inggris
pada peta.
Jadi mungkin dia benar-benar orang Asia.
Jika demikian, mungkin itu Arab, atau India.
Persia juga mungkin, meski aku hanya mengingat apa yang ayah katakan padaku.
Sementara aku tidak berpikir begitu, China juga layak. Rusia secara teknis di
bawah yuridiksi Asia juga.
Tentu saja, aku tidak tahu bahasa satupun di
daftar itu, jadi jawaban tidak pernah datang.
[Mizuki menduga Celeilia orang Asia, tapi
tebakan di bawahnya hanya menebak bahasa apa yang dia gunakan, bukan negara
asal Celeilia.]
“Rubochni Byuwhe, Mizuki, Mahmila Zohsa nimiho?”
Karena ketertarikannya pada buku teks, Celeilia
memanggil namaku dengan nada bertanya, tapi ekspresinya tegang saat dia mencoba
mendapatkan kata-kata yang tepat seperti yang telah kuusahakan.
Dan menutupinya seolah-olah itu adalah artefak
yang rumit, Celeilia sekali lagi memperhatikanku dari ujung kepala sampai ujung
kaki. Seakan dia menatap padaku seperti saat aku menganalisis padanya
sebelumnya. Jadi ini apa yang dia rasakan saat itu. Aku menyesal. Kuakui itu
agak kasar.
Saat dia menatapku, aku berpikir.
Dari sudut pandang Celeilia, mungkin seragam
sekolah Jepang terlihat aneh. Meskipun kita hampir sama, seperti aku melihat
jubahnya seperti pakaian penduduk asli yang biasa.
Meski begitu, saat mata kami bertemu, dia
tersenyum.
Entah kenapa, setiap kali dia tertawa, secara
alami aku juga tersenyum.
Aku tidak tau alasan pastinya, tapi kupikir itu
karena Celeilia adalah orang baik.
“Lonhah honsoz fudeoch chyake he!”
Dia menghubungkan tanganku dengan perasaan
gembira.
Kenapa orang ini sangat bahagia?
Pertanyaan itu membuatku cukup penasaran.
Tapi aku punya tempat untukku pulang juga.
Aku senang dia memperlakukanku dengan sangat
baik, tapi aku harus menemukan jalan kembali setelah aku mengucapkan terima
kasih.
“Um... terima kasih untk semuanya. Masakanmu
benar-benar terasa enak.”
Saat ucapan terima kasihku keluar dari mulutku,
aku membungkuk.
Meskipun kata-kata tidak berhasil. Aku
memastikan tindakanku sehingga perasaan itu setidaknya tetap ada.
Sepertinya Celeilia juga bingung, tapi saat dia
tersenyum, aku ingin percaya bahwa dia mengerti.
“Lalu aku akan pergi. Sungguh, terima kasih
banyak.”
Dan saat aku mencoba meninggalkan rumha,
Celeilia tiba-tiba memelukku.
“Zuhok chimumo, Mizuki? Losok nahak ohachmock.”
“Um~…”
Betapa merepotkannya. Celeilia mengangkat
matanya dengan sedih.
Tampaknya dia bertanya sesuatu, tapi aku tidak
tau apa-apa.
Ayah juga melakukan ini. Untuk saat ini, aku
harus menyelesaikannya menggunakan isyarat.
“Aku perlu kembali. Jadi aku harus mencari
jalannya.”
Dengan membawa tasku di tangan, aku menunjuk
pintu, dan membuat gerakan berjalan.
“Azahkich hoph? Yasmmichihhyo kichmu!”
Mungkin komunikasi non-verbal berhasil. Celeilia
memberikan anggukan.
Dan setelah beberapa saat, Celeilia mulai berlari
di sekitar rumah sebelum kembali padaku. Aku bahkan tidak perlu memahami
kata-katanya untuk mengerti apa yang sedang dia lakukan. Dia terliha sedang
berkemas.
Apakah entah bagaimana kami akan pergi bersama?
Mungkin dia bilang dia akan mengantarku ke suatu
tempat dengan orang lain.
Mungkin ini sesuatu yang sama sekali berbeda,
tapi jika dia mengenal seseorang yang pandai dalam geografi, paling tidak, aku
tidak akan bermasalah dengan arahnya.
Dan jika aku bertemu dengan orang lain yang
berpakaian sama seperti ini, maka seperti halnya Celeilia, aku merasa mereka
akan mengerti kata-kataku. Meskipun Celeilia memperlakukanku dengan baik, aku
tidak bisa mengatakan bahwa orang berikutnya akan sama. Jika dia ikut denganku,
maka itu seharusnya menjadi sedikit kurang berbahaya. (Nggak nemu kata yang pas
XD)
Jika dia mau menuntunku, maka tidak ada yang
lebih baik yang kuharapkan.
Celeilia datang dilengkapi dengan tas bahu yang
sama kokohnya seperti pakaiannya. Di dalamnya, dia memasukkan berbagai barang.
Sebuah pakaian ganti, dan sprei cadangan. Daging
kering, dan apa yang terlihat seperti kentang. Dia memiliki setidaknya makanan
yang cukup untuk bertahan sehari.
Peralatan masak kecil, beberapa set peralatan
makan, setumpuk kertas.
Kertasnya tampak cukup berkerut dan kering...
Apakah itu setumpuk kertas?
Membandingkannya dengan kertas yang ada di buku
catatan yang kugunakan, aku benar-benar tidak bisa memberikan pujian padanya,
dan di bagian depan, berbagai bentuk geometris yang tampak telah terbakar. Itu adalah
buntelan kertas yang halaman demi halamannya buatan tangan.
Setelah menekan kertasnya, tampaknya berbagai
warna telah ditambahkan, dan halamannya melimpah dengan warna merah, biru,
kuning dan hijau.
Aku bertanya-tanya apakah itu sesuatu yang
berharga baginya. Bisa jadi itu sesuatu yang berhubungan dengan religius.
Karena pakaian yang Celeilia kenakan sangan
tidak biasa, itulah yang muncul pada pikiranku.
“Mizuki, Kamiemya he.”
Setelah menyelesaikan persiapannya, dia dengan
dengan gembira datang padaku dengan membawa tas yang bisa saja meledak di
punggungnya.
Dia mungkin mengatakan sesuatu seperti『Ayo pergi』, atau『Aku minta maaf telah
membuatmu menunggu』.
“Yeah, ayo pergi.”
Menggunakan komunikasi non-verbal ku, aku
menunjuk jalan, dan mengangguk.
Pada gerakanku, Celeilia menundukkan kepalanya,
dan berjalan ke depan.
Di jalan, aku mencoba menawarkan memegang tas
untuknya, tapi seakan mengatakan『Ini entang, jadi aku tak apa』katanya dan menurunkannya dengan mudah. Aku terkejut.
Hebatnya lagi, nampaknya Celeilia memiliki
kekuatan fisik yang lebih dalam tubuh kecilnya daripada aku.
Haruskah aku berolahraga lebih untuk
meningkatkan kekuatan?
Dan seperti itu, bahkan saat sudah sore, kami
tidak pernah mencapai tempat yang ada manusia.
Kakiku mengalami nyeri otot, dan pembengkakan,
tapi saat Celeilia tetap energik di sepanjang perjalanan, kebanggaanku
dipertaruhkan... tidak, ini lebih dari aku yang memperhatikannya.
Dengan mengamatinya, aku ingin berusaha keras
juga.
Saat aku melihatnya, aku dipenuhi perasaan
seperti itu.
Hari berakhir, dan sinar dari matahari terbenam
bersinar di jalan yang kami lalui. Celeilia mengambil sesuatu dari tasnya, dan
mulai menyiapkan sesuatu.
“Apa ada hal yang bisa kubantu?”
“Mizuki, mawozanph, rofhe…” [Mizuki, makasih,
itu...]
Kata-kataku dipancarkan melalui gerakan, dan
Celeilia mengangguk senang. Dia mencari pohon, dan mulai mengumpulkan
dahan-dahan yang terjatuh sebelum menunjukkan padaku.
Setelah mengumpulkannya, dan menunjukkan padaku
bagaimana menumpuknya di tanah, aku mengangguk.
“Siap ndan. Kita akan menyalakan api unggun,
kan? Aku akan pergi mengumpulkan kayu.”
“Mawozamph.” [Makasih.]
Sedikit berjalan dari jalan kecil, pohon tumbuh
di mana-mana. Hanya dengan mencari di sekitar, aku menemukan banyak kayu bakar.
Kayu yang terlalu lembab sulit dibakar, jadi aku
mencari yang kering.
Karena kehidupan Ibu dan Ayah, aku pernah
berkemah sebelumnya.
Mereka berdua menyukai gunung, jadi sejak aku
masih muda, mereka sering membuatku ikut bersama mereka.
Karena Ibu tidak ahli berurusan dengan orang
lain, kapanpun aku merasa sedih, dia akan selalu mengajakku untuk menghiburku.
Jadi aku menyukai tidur di tempat seperti ini.
Serangganya tidak benar-benar diinginkan, tapi
perasaan istimewa berkemah melebihi perasaan negatif itu.
Setelah aku memikirkannya, aku berjanji untuk
memasak hidangan daging hari ini.
Pada tingkat ini, pulang hari ini mungkin agak sulit.
Bu, aku minta maaf karena melanggar janji. Aku
pasti akan menggantinya untukmu, jadi mohon maafkan aku.
Aku memberikan permintaan maafku pada ibu saat
aku mencari dahan kering.
“Kurasa ini sudah cukup.”
Pada saat aku selesai mengumpulkan kayu yang
bisa dipakai, matahari baru saja akan mengilang di atas cakrawala. Langinya
hitam dengan warna ungu muda, dan itu menjadi senja.
Ketika aku kembali ke Celeilia, yang sedang
sibuk mempersiapkannya, aku menyaksikan pemandangan yang aneh.
Menggunakan batu-batu kecil, dia membuat
lingkaran, dan di tengahnya, dia menaruh kertas berwarna merah. Dia menempelkan
tiga kertas merah di sana. Dan dia menempelkan satu kertas hijau di tepi
lingkaran, saat dia memegang wajan kecil di satu tangannya. Di bagian bawah
panci ada lembaran biru yang serupa.
Aku bisa mengerti warna merah dan hijau
ditempatkan karena alasan religius, tapi bagaimana dengan warna biru?
Setelah menatapku, Celeilia mengambil kayu, dan
meletakkannya di lingkaran.
“Ah, aku lupa meninggalkan pematiknya di rumah,
jadi apa kau ingin menggunakan–– ”
Itu? Sebelum aku bisa menyelesaikannya, aku
menyaksikan pemandangan yang luar biasa.
Lembaran warna merah berkobar, dan melahap
ranting-ranting itu dalam nyala api.
Bahkan itu tidak bisa dibandingkan dengan nyala
pematik, nyala api yang menyala.
Dan ketika aku mendekat untuk memeriksanya, aku
melihat warna hijaunya memberi oksigen ke dalam api.
Memang benar api menggunakan oksigen untuk
menyala, tapi dalam kasus ini, seakan-akan api ini benar-benar menyedot angin.
Aku terkejut, dan aku tidak bisa mengeluarkan
satu kata pun.
Mungkinkah lembaran itu dilumuri minyak? Tidak,
aku tidak berpikir itu benar. Paling tidak, setumpuk kertas yang dimilikinya
cukup kering, dan sepertinya tidak ada yang bisa menimbulkan api dalam skala
ini.
Yang lebih penting, minyak tidak bisa
menjelaskan soal angin itu.
Ah, benar. Ada yang berwarna biru di atas panci.
Aku mengalihkan pandanganku ke sana, dan melihat panci berisi air jernih. Tak
bisa dipercaya, itu tampak seolah-olah airnya mengalir dari lembaran itu.
“Um... apa, apa itu, yang sebenarnya...?”
Aku lupa kata-kata itu tidak selesai seperti
yang kukatakan.
Pada akhirnya, aku tidak tahu teknologi apa yang
bisa menghasilkan api, air, atau angin dari selembar kertas.
Tapi tentu saja, mungkin hanya aku yang tidak
tahu, dan itu sebenarnya ada di suatu tempat. Tapi di sini, aku mengutamakan
pemahamanku sendiri tentang hukum fisika, dan akal sehat. Aku benar-benar tidak
bisa mempercayai tontonan di depanku.
Jika aku harus menggambarkannya, itu akan
menjadi sihir.
Benar, Sihir.
Hanya ini yang terlontar di atas kepalaku, tapi『Sihir』menggambarkan situasi saat ini cukup baik.
Seolah-olah ini keajaiban dari dongeng
terbentang di depanku...
Tapi apa itu berarti Celeilia gadis penyihir?
Saat aku memikirkannya, aku memperhatikan mantel
yang menutupi seluruh tubuhnya yang dia kenakan menyerupai jubah penyihir
persis dalam kisah fantasi. Penyihir dalam dongeng yang kubaca selalu sarat
dalam warna hitam, tapi miliknya berbeda warna. Jika dia terus terang
mengatakan, ‘Aku penyihir’, kupikir aku akan mempercayainya.
“Seruu nahich? Osah miammi hasan rehmehach yak
he.”
Melihat mataku sekeras piring saat aku menatap
lembaran kertas, Celeilia berkata dengan ramah.
Aku benar-benar tidak tahu, tapi tampaknya itu
merupakan hal yang alami dari kehidupannya.
Jika kau memikirkannya, ada perbedaan besar
antara ‘normal’-nya dan normalku.
Tentu saja, itu ada hubungannya dengan tempat
tinggalnya, dan bahasanya, tapi aku merasakan sesuatu yang pada dasarnya
berbeda di sini.
Hanya saja aku tidak punya sarana untuk
memastikan kebenarannya.
Aku menelan kata-kata itu di ujung lidahku, dan
melanjutkan membantunya.
Makan malamnya adalah nan yang tersisa dari
makan siang, dan sup mirip consommé yang dibuat dengan melarutkan bubuk ke
dalam panci air mendidih. [Sejenis sup bening yang terbuat dari kaldu atau
kaldu kaya rasa yang telah dijernihkan, sebuah proses yang menggunakan putih
telur untuk menghilangkan lemak dan endapan]
Keduanya memiliki rasa yang enak, tapi
memakannya di samping alam menjadikannya kelas atas.
Pada saat makan malam berakhir, matahari telah
sepenuhnya menghilang, dan semuanya gelap gulita.
Kami tidak mempunyai seseuatu seperti lampu
elektrik, jadi ini benar-benar gelap.
Satu-satunya penerangan kami adalah api hangat
yang menyala di depan kami, dan langit penuh bintang di atas.
menjadi sangat gembira saat melihat bintang pertama.
Betapa tak pantasnya usiaku.
Tapi di sini, aku mengaskannya kalau ini bukan
kota tempatku tumbuh.
Udaranya benar-benar bersih, dan tidak ada awan
di langit. Dari gunung pedesaan yang ditinggalkan, aku melihat cahaya langit
malam. Aku takut kegelapan, tetapi kalau itu memungkinkanku melihat langit
berbintang yang indah ini, maka mungkin aku seharusnya senang kami tidak
memiliki senter.
... Meskipun begitu, di sini sepi.
Aku mendengar bunyi derak api saat terus melahap
ranting-rantingnya. Satu-satunya hal lain adalah suara angin yang menggelitik
telingaku.
“Zofh mimo?”
Mungkin karena aku menatap begitu tajam ke
langit, Celeilia menanyakanku sebuah pertanyaan.
Supnya masih panas. Membiarkan uapnya terbawa
angin.
Karena dia bertanya sesuatu, apa tentang
makanannya?
“Yhyom, kukira.” [Enak, kukira.]
“Mawozamph.” [Makasih.]
Begitu ya. Jadi kata-kata yang baru saja
Celeilia katakan artinya『Terima kasih』.
Biarkan aku mengucapkan terima kasih pada langit
malam.
Di negara ini, bolehkah aku berdoa, Mawozamph?
“Nyophna, Mimwanma yochmisal, ofhka hyoph.”
Setelah makan malam berakhir, Celeilia
mengeluarkan kain tebal, kain penutup yang terihat hangat dari tasnya.
Dia menggunakannya karena di sini dingin? Atau
saat ini sudah waktunya tidur untuknya?
“Ah…”
Dia duduk di sampingku, dan menyelimutkannya di
sekitar kita berdua, jadi hanya leher kami yang terpapar udara.
Pasti kelas selimutnya cukup tinggi. Ini sangat
hangat.
Tapi yang lebih penting, sedikit lagi dan rasa
maluku akan meningkatkan suhu tubuhku sendiri.
Ada juga kenyataan kalau lingkungan di sekitar
kita sangat tenang, tapi pergerakan Celeilia. Dia cukup dekat sehingga aku
bahkan bisa mendengar suara nafasnya. (Inggrisnya begini)
Apa kecepatan denyut jantungku mencapai dia?
Benar... suaranya...
Aku menghirup ringan udara, saat aku mendengar
suara nafas terendam air.
Aku memalingkan kepalaku ke Celeilia.
Dia diam-diam menangis pada dirinya sendiri.
“Ada apa?”
Apa dia melihat melalui pikiran anehku, dan
terluka sebagai akibatnya?
Jika aku adalah penyebabnya, maka aku ingin
meminta maaf.
Tapi Celeilia hanya menunjukkan padaku senyum...
senyum lebar singkat yang ditunjukkan padaku, saat tetesan air mata yang besar
mengalir di pipinya.
Aku ingin tahu alasan untuk air matanya. Aku
ingin memberikan kata-kata yang menghibur.
Aku hanya mengenal Celeilia selama beberapa jam,
tapi sejujurnya aku menyimpan emosi itu.
Tapi di antara kami ada dinding yang tinggi yaitu
kata-kata.
Kenapa dia menunjukkan padaku wajah seperti
itu...
Pertanyaan itu adalah satu-satunya penyesalanku.
Sebelumnya - Daftar Isi - Selanjutnya
Berteriak* pada sahabatku, aku seorang yang makannya tidak banyak... tidak, dia hanya pemakan makanan berat, jadi mungkin aku normal. Aku mulai mengambil sumpit, dan memakan isinya. (Conpared. Adakah yang tau artinya?)
BalasHapusitu compared(dibandingkan) tlor inggrisnya typo kali
Makasih atas koreksinya
Hapus